Malam ini cuaca kelihatan sangat cerah. Secerah senyuman Ayah dan Ibu
yang mengembang dikedua sudut bibir mereka. Bisa kupastikan bahwa Ibu-ku
benar-benar menunggu hari ini, memenuhi undangan untuk datang ke premier High
Jewelry Collection—sebuah pameran perhiasan kelas dunia yang akan dihadiri oleh
orang-orang terkenal yang terdapat didalamnya. Semua perhiasan-perhiasan yang
akan dipamerkan itu dibandrol dengan harga yang sangat mahal, dan setiap
perhiasan tersebut hanya dibuat satu saja diseluruh dunia. Oleh sebab itu, dari
para petinggi negara, para pengusaha, ataupun artis sangat menginginkan pameran
ini berlangsung.
Bisa dibilang mereka semua adalah Jewelry Freaks. Bosan !!! Itu yang bisa aku katakan setiap kali orangtua-ku
mengajakku datang ke acara seperti ini. Aku sama sekali tidak tertarik dengan
perhiasan-perhiasan itu, walaupun batu permata atau berlian-nya terlihat begitu
mengkilat. Tapi aku tidak pernah tergoda untuk memilikinya. Lain halnya dengan Ibuku—Beliau
telah terbiasa hidup dengan kemewahan dan sebelum menikah dengan Ayah, Ibu-ku
adalah seorang wanita karir dan sekarang-pun tetap sama.
Sedangkan Ayahku adalah business-man
dengan posisi presiden direktur di perusahan keluarga. Kedua orangtuaku telah
dilahirkan dengan bergelimang harta dan tidak pernah merasa kekurangan sesuatu
apapun. Makanya mereka sudah terbiasa dengan hal-hal yang berbau sangat mahal,
elegan atau semacamnya.
Tapi entah kenapa aku berbeda dengan mereka?! Walaupun sejak kecil aku
sudah mendapatkan segala macam kemewahan, dan semua fasilitas yang ada. Namun
aku sama sekali tidak pernah puas dengan apa yang kudapatkan sekarang. Oleh
karenanya aku selalu menganggap bahwa hidupku ini membosankan. Aku… anak ketiga
dari tiga bersaudara, kedua kakakku perempuan dan mereka sudah menikah. Dan kini
hanya aku saja yang masih tinggal dirumah, menemani kedua
orangtuaku itu.
Kakak pertamaku—Kim Soo Ki, menikah dengan anak pemilik AKA Group Company
yang bergerak dibidang property. Pria itu merupakan pewaris perusahaan yang sedang
majunya saat ini. Pernikahan itu-pun karena hasil perjodohan kedua orangtuaku.
Kak Soo Ki kini tinggal di Prancis mengikuti sang suami yang bekerja disana.
Lalu.. Kakak keduaku—Kim Hyo Rim, kehidupannya bertolak belakang
dengan kami. Dia lebih memilih untuk menikah dengan seorang pemuda biasa. Bisa
dibilang kawin lari malah. Pernikahannya sama sekali tidak di setujui oleh Ayah
dan Ibu. Bahkan Kak Hyo Rim sudah tidak dianggap sebagai anak lagi oleh mereka.
Tapi karena dia kakakku, aku tetap memberikan dukungan sepenuhnya untuknya.
Diam-diam aku datang ke pernikahan mereka walaupun kedua orangtuaku melarang
dari jauh-jauh hari. Aku tidak peduli ! Hah… Aku menarik napas panjang. Rasanya
aku ingin sekali bereinkarnasi kembali menjadi seseorang yang bukan diriku saat
ini. Aneh bukan !? Yach… Itulah aku—Kim Na Rin, si-bungsu.
"Na Rin.. !?
Lihat… Blue Saphire ! Indah sekali bukan." kata Ibu dengan nada suara yang
nyaris tak terdengar karena terkesima saat langkah kaki kami terhenti di depan
sebuah kotak kaca.
Aku tersenyum
datar tanpa menanggapi pujian Ibu tentang perhiasan itu. Karena aku sedang
serius berpikir, mencari cara bagaimana aku bisa keluar dari tempat membosankan
ini. Rasanya aku butuh udara segar.
"Ibu, aku ke
toilet dulu yach. Sebentar aku kembali." kataku tiba-tiba padanya.
Ibu mengacuhkan
aku. Sinar matanya terlihat berbinar-binar tanpa mengalihkan pandangannya
sedikitpun dari perhiasan itu. Aku memutar bola mataku dan berlalu pergi.
Langkah kakiku
terhenti setelah aku masuk kedalam Ladies
Room. Aku menarik napas panjang seraya berdiri di depan wastafel sambil
mencuci tanganku dan sesekali bercermin. Apa yang salah dengan diriku ? Kenapa semua
keberuntungan ini terasa begitu hampa untukku ? Kenapa aku tidak bisa
menikmatinya seperti orang-orang diluar sana? Hah… aku menghela napas panjang—mungkin
karena ukuran otakku yang berbeda dengan orang normal, sehingga aku merasa
mulai menjadi gila. Rasanya aku ingin berteriak sekeras-kerasnya dan bilang
pada kedua orangtuaku kalau aku menginginkan kebebasan. Tapi tidak mungkin !
Aku bahkan tidak berani mengatakannya pada mereka tentang perasaanku. Sebab
selama ini, baik aku, Ayah dan Ibu jarang bicara bersama-sama. Kami hanya
bicara satu sama lain, jika ada hal yang penting saja. Dan jika tidak ada yang
penting... kami hanya sibuk dengan urusan masing-masing. Yah begitulah—keluargaku.
"Hah sial.
Gedung semewah ini, tissue di toilet saja tidak ada. Menyebalkan !"
gerutuku sendirian.
Crakkk...
Crakk.... Sebuah suara perlahan-lahan terdengar samar-samar ditelingaku. Aku
menoleh kekanan dan kekiri, mencari asal suara itu. Namun sesaat kemudian suara
itu menghilang.
"Pasti suara
cicak." tebakku dalam hati.
Crakkk... suara
itu kembali terdengar lagi. Namun Kali ini begitu jelas. Asal suara itu terdengar
dari atas atap plafon, sehingga aku harus mendongakkan kepalaku untuk
melihatnya. Dan dalam sekejap.............
Brukkkkk...... Seseorang muncul dari atap plafon Ladies Room ini.
Aku terkejut—nyaris pingsan, dan sampai-sampai tidak bisa
mengeluarkan suaraku.
Orang itu tiba-tiba melihat kearahku. Sepertinya.. dia sama
terkejutnya denganku. Namun wajahnya yang datar itu tiba-tiba berubah saat
menatapku. Dalam hitungan detik—orang itu segera menutup mulutku dengan
tangannya yang besar seraya mendorong tubuhku ke dinding.
"Aku tidak
akan menyakitimu, asal kau tidak berteriak." katanya kemudian.
Aku menganggukkan
kepala—pertanda mengerti. Perlahan-lahan dia melepaskan tangannya dariku.
"Si... Siapa
kau? Ke.. kenapa kau bisa masuk kesini ? Dari atas sana maksudku ?"
suaraku terbata-bata dan terdengar kacau.
Orang itu
tersenyum. Dan kemudian tertawa kecil.
"A... apanya
yang lucu ?" tanyaku bingung.
"Maaf Nona..
karena telah membuatmu kaget. Aku harus segera pergi sekarang." kata orang
itu seraya berlalu dari hadapanku. Tapi kali ini, dia keluar melalui pintu.
Dasar orang aneh !!! Aku berteriak dalam hati—mengutuknya karena
membuatku hampir pingsan karena ulahnya.
Aku berjalan
kembali menuju kerumunan orang-orang yang berada di auditorium—tempat pameran
berlangsung. Kali ini... perhiasan-perhiasan mahal itu akan di pamerkan secara
langsung oleh para model di atas catwalk. Dan acara ini merupakan penutup
sekaligus lelang yang akan dimulai. Namun dalam beberapa saat—tiba-tiba suasana
gelap menyelimuti seluruh sudut ruangan auditorium. Lampu yang tadi menyala
terang benderang semuanya mendadak mati dalam sekejap, sehingga membuat
orang-orang yang berada di dalamnya yang sebelumnya tenang kini mendadak
bising. Aku segera mengambil ponsel yang ada didalam tas kecil yang aku bawa.
Mencoba menelpon Ayah dan Ibu. Sial..... !!! Tidak ada sinyal.... Hah...
bagaimana bisa aku menemukan mereka pada saat seperti ini. Aku bahkan tidak
bisa melihat siapa saja orang-orang yang berada di dekatku saat ini. Keadaan
mulai kacau.
Lalu beberapa lama kemudian, aku merasakan bahwa ada seseorang
yang melewatiku dan tiba-tiba saja membopong tubuhku dibahunya. Spontan aku
berontak sambil terus berteriak, namun karena suasana yang begitu bising di dalam
sana—mengalahkan suaraku.
"Lepaskan
aku....!" kataku sambil terus berontak.
Orang itu
mengacuhkan aku, tetap berjalan dengan langkah cepat menuju pintu belakang
ruang auditorium. Namun sesaat kemudian, dia-pun menurunkan aku dari bahunya
saat kami benar-benar berada diluar ruangan.
"Kau mau
menculikku yach ?! Tolong........!" teriakku lagi.
Orang itu
mengambil sesuatu dari dalam saku celananya. Sebatang rokok yang kemudian dia
nyalakan dengan pematik api miliknya. Tanpa penjelasan terlebih dahulu serta
perasaan bersalah, orang itu menghisap rokoknya dengan santai. "Teriak
saja sampai suaramu habis juga tidak akan ada orang yang mendengarmu."
Rasanya aku ingin
melemparnya dengan sepatu highheels-ku
dan berlari menjauhinya, tapi tiba-tiba aku mulai terkesiap saat kedua mataku
menatap tempat dimana aku berada saat ini.
Sebuah taman yang indah... dikelilingi bermacam-macam bunga yang
menghiasinya, begitu harum. Bahkan dilihat saat malam-pun dan tanpa ada
penerangan dari lampu dan hanya digantikan oleh cahaya bintang-bintang yang
menyinari dari atas sana. Benar-benar indah. Udara malam yang segar... Aku
menarik napas dalam-dalam mencoba menghirup harumnya bunga-bunga itu. Namun
sesaat mataku kembali tertuju pada sesuatu. “Orang itu !!!” Teriak-ku dalam
hati.
"Kenapa kau
membawaku ketempat ini? Kau mau apa ?" tanyaku penasaran dengan nada suara
naik satu oktaf.
"Bukankah
kau butuh udara segar. Disinilah tempatnya."
"Apa...!?
Sebenarnya kau ini siapa sih? Kalau kau ingin menculikku, jangan membawaku
ketempat ini."
Orang itu kembali
tersenyum namun kemudian dia tertawa geli.
"A... apanya
yang lucu?"
"Jadi... kau
benar-benar ingin diculik yach?" Tanya orang itu seraya memegang perutnya—menahan
tawa.
Entahlah sesaat
tadi, aku mengatakan hal bodoh yang mengesankan kalimat “culiklah aku”. Issh.. ada yang salah dengan otakku. Sekarang aku
benar-benar terlihat seperti badut.
Aku berpikir
mungkin lebih baik kalo aku memang benar-benar diculik. Setidaknya aku bisa
keluar dari tempat membosankan ini. Hah...
Pikiran yang lucu bukan ?! gumamku dalam hati.
"Kalau kau bukan penculik.. Lalu kau ini siapa ?"
"Aku adalah
aku ! Maaf... Tapi aku tidak suka mengambil sesuatu yang bisa merepotkanku
nantinya."
"Apa.....?! Dasar
orang gila !" Kataku kesal mencoba mengatur napasku.
Orang itu kembali
tertawa.
Tut... Tut...
Tut... suara ponselku tiba-tiba berbunyi.
"Selamat
menghirup udara segar. Sampai bertemu kembali—Na Rin." Sahut orang itu
saat aku mencoba menjawab panggilan telpon.
Dalam hitungan
detik orang itu-pun menghilang.
Sejenak aku
berpikir... Dia tahu namaku... Siapa dia ? Kenapa seakan-akan dia tahu apa yang
aku pikirkan. Aku bahkan tidak sempat menanyakan namanya tadi.
"Nona...
anda baik-baik saja." seorang pengawal keluargaku tiba-tiba datang
menghampiri.
"aku
baik-baik saja." jawabku datar—mengalihkan pandangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar